<meta name='google-adsense-platform-account' content='ca-host-pub-1556223355139109'/> <meta name='google-adsense-platform-domain' content='blogspot.com'/> <!-- --><style type="text/css">@import url(https://www.blogger.com/static/v1/v-css/navbar/3334278262-classic.css); div.b-mobile {display:none;} </style> </head><body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d5591682808013880391\x26blogName\x3d::butterfly.flies.in.the.sky::\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLACK\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://kupukupulangit.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_GB\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://kupukupulangit.blogspot.com/\x26vt\x3d1374428785504328993', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>



archives

♥December 2008
♥July 2009
♥August 2009
♥September 2009
♥October 2009



♥20090924

Mimpiku. Hah? Kok?

Berhubung aku ini orangnya jika tidur akan selalu bermimpi, maka ijinkan aku menceritakan mimpiku tadi malam. Eh salah, bukan tadi malam. Aku terbangun jam 3 pagi, membangunkannya lalu tertidur lagi. Mimpi ini mulai dari jam 3 itu, hingga aku bangun lagi jam 10.00. Oke, jadi begini ceritanya.

Di ruangan SMA aku berkumpul dengan teman-temanku. Aku duduk di barisan paling depan. Kedua dari ujung kiri. Bentuk tempat duduknya seperti bangku-bangku di tempat kursus, yang menjadi satu dengan meja. Dalam ruangan itu, aku terlihat akrab dengan geng –ku ketika aku SD dan SMP.

Disamping kananku ada Jessica Wahyuni. Teman dekatku sewaktu SD, jarak kami semakin menjauh ketika aku mulai berpacaran sewaktu SMP. Dibelakangku ada Adinda, dan disamping Dinda ada Cinthya yang duduk persis dibelakang Jessica.

Sedikit bercerita, hubunganku dengan Dinda pun sekarang hanya sebatas kenal saja. Pertemanan kami merenggang, setelah Dinda ‘secara tidak langsung’ merebut pacarnya Cinthya semasa SMP dulu. Sedangkan aku dan Cinthya? Kami masih bersahabat hingga sekarang, dia teman sekamarku ditempat kos-kosan.

Kami berempat tampak tertawa, bercanda, dan mengejek satu sama lain. Seperti teman lama yang sudah lama tak berjumpa. Wajah Jessica, dewasa seperti keadaannya sekarang sebagai mahasiswi kedokteran gigi di Trisakti. Cinthya, rambutnya hitam. Sama ketika ia SMA. Kami berempat mengenakan seragam SMA. Namun, lucunya Adinda dengan seragam SMA tetapi dengan dandanan yang sama ketikia dia SD. Potongan rambutnya, tasnya. Ia mengenakan tasnya ketika SD. Yang aku ingat tasnya itu warna dasarnya hitam, dan ada campuran warna hijau tosca entah sebelah mana. Namanya juga mimpi. J

Ketika sedang berbincang bersama, aku sungguh tidak menyadari siapa-siapa saja yang ada dibelakang kami. Siapalagi yang berada dikelas itu, aku tidak ingat. Tak lama guru olahragaku sewaktu SMA, Pak Endri datang. Mengenakan setelan training berwarna merah. Ia memberikan pengumuman kalau kelas sudah dibubarkan. Lalu Jessica berkata, “Kita jalan-jalan yuk? Ke mall. Kan udah lama gak jalan bareng.”

“Hahaha..boleh-boleh,” jawabku.

“Yaah..tapi cowok gue mau datang,” kata Cinthya.

Dinda hanya diam saja. Memperhatikan kami berbicara.

“Ya udah, ga jadi aja deh. Cin, si Frank bawa mobil kan? Anterin ampe lapangan atuh, dari situ kan gue naik angkotnya gampang. Iya ga?” tanyaku pada Jessica dan Dinda yang memang satu arah pulang denganku.

*tapi aku bingung, lapangan apa ya?hihihi. dasar mimpi*

Sebelum pulang, Pak Endri membagikan hasil tes. Entah tes apa. Semacam hasil praktikum Biologi. Pokoknya nilaiku berempat bagus-bagus. Lalu datang seorang siswa menuju ke arahku, rambutnya agak berantakan. Ia mengenakan celana abu-abu tetapi tidak memakai kemeja. Atasnya kaos hitam bergaris putih.

“Chez, gw nitip tas gue dong. Lo bawa pulang yah, besok lo bawa lagi?”

“Hah? Gila lo!”

Tetapi siswa itu lalu pergi meninggalkanku. Dan anehnya, aku nurut-nurut saja membawakan tasnya. Tasnya berbentuk tas punggung, hanya ada satu retsleting besar dan sebuah kantong kecil didepannya. Warnanya didominasi oleh abu-abu, tetapi ada garis hitamnya. Aku membuka tasnya, memasukan tasku yang ternyata cukup didalam tas itu dan mengeluarkan uang sebanyak tujuh ribu rupiah untuk ongkos pulang. Tiga ribu untuk angkot, empat ribunya lagi untuk ojek.

Lalu, akhirnya kami berempat menaiki sebuah mobil SUV hijau tua milik Frank, entah apa mereknya. Seperti kataku, Frank kekasih Cinthya (dalam mimpi dan dalam kehidupan nyata J) membawa mobil menuju lapangan. Tetapi ia memutar jauh sekali. Hingga akhirnya sampai ia ke sebuah tempat dan aku, Jessica, Dinda dimintanya untuk turun dari mobil.

Akulah orang yang paling terkejut.

“Hah? Gila ini lapangan apa?! Ini mah tambah ngejauhin dari rumah gw. Rese’ lo ah!!”

Ternyata ditempat itu Cinthya mau pergi makan dengan Frank. Dinda dan Jessica lebih memilih ikut mereka berdua, sedangkan aku lebih memilih pulang.

Jika biasanya aku dari sekolah ke rumah menempuh satu jam perjalanan menggunakan angkutan umum nomor 08, kali ini aku terdampar entah di mana. Dalam mimpiku, daerah ini mirip daerah Pajajaran-Bogor. Aku seperti orang bingung, aku bertanya pada seoran abang-abang berwajah agak seram, kulitnya hitam terbakar matahari. Ia mengenakan singlet putih dan celana panjang khaki.

“Bang, nemu angkot 08 dimana ya? Atau ke Jambu?”

Jambu maksudnya Jambu Dua, tempat angkot 08 biasa mangkal.

“Nih neng, naik ini!”

Yang aku lihat, angkutan itu nomornya 230. Gile, sejak kapan ada angkot panjang gini angkanya ampe tiga digit? Ah, gue kan udah lama gak ke Bogor mana tau ini angkot baru.

Aku merelakan dua ribu ongkos yang kusiapkan tadi untuk ongkos angkot tambahan ini. Lalu supir angkot yang judes itu memintaku turun di depan sebuah gang sempit. Katanya, gang itu merupakan jalan tembusan menuju daerah Jambu Dua.

Ketika aku sampai diujung gang, tahu apa yang kutemukan? Sebuah sungai yang tidak terlalu besar, tetapi arusnya deras dan tidak ada jembatan. Buntu. Tetapi memang diseberang sungai itu sudah daerah Jambu Dua. Awalnya aku sendirian, cuaca pun sudah agak mendung. Lalu seorang bapak mengenakan baju safari abu-abu tua datang, dan hap! Dengan mudahnya ia menyebrangi sungai itu hanya dengan sekali loncatan.

Nih si bapak kakinya lebih pendek dari gue, kayaknya kalau gue loncat juga bisa. Begitu pikirku. Tetapi aku takut. Takut terjatuh lalu hanyut. Aku kan tidak bisa berenang.

Lalu datang lagi seorang ibu, berkemeja putih dengan celana panjang hitam. Rambutnya bergelombang sebahu dicat cokelat keemasan. Ia juga hanya berdiri mematung. Tidak berani menyeberang. Hingga akhirnya orang berdatangan semakin banyak, tapi wanita semua.

Beberapa ibu muda pergi ke samping kiri sungai yang aliran airnya lebih dangkal, dan berjalan ramai-ramai. Aku tetap tidak berani mencoba. Lalu, bala bantuan datang. Beberapa laki-laki muda, membentangkan sepasang tali dari seberang sungai dan meminta kami untuk berjalan di atas tali itu sambil berpegangan pada tali yang satu lagi.

Semua orang sudah berada diseberang, hujan mulai turun agak gerimis. Tetapi aku, bukannya ikut menyeberang malah menangis sendirian. Orang-orang itu meneriakiku,

“Ayo neng!!! Cepetan! Nggeus ujan!!

Dengan memaksakan diri, sambil menangis dan kedinginan karena hujan aku pun menyeberang sendirian. Namun sesampainya di seberang, aku tidak menemukan angkot 08 yang biasa kunaiki. Lalu aku bertanya lagi pada orang.

“Bang, angkot ke Cibinong yang mana ya? Kok 08 na euwueh ‘nya?” (Kok 08 nya tidak ada ya?)

Lalu, aku disuruh naik angkot 245. Nah lho? Tiga digit lagi. Aku naik bersama ibu-ibu yang menyeberang tadi. Tampaknya tujuan mereka sama denganku. Namun setelah semakin jauh, jauh, dan jauh rasanya kok tempat ini tidak asing? Rasa-rasanya kok aku sudah pernah lewat, kayaknya bukan ke Cibinong.

Benar saja!! Angkot ini membawaku kembali ke tempat di mana Frank dan yang lainnya menurunkan aku! Ibu-ibu tadi geram, lalu memaksa sopir angkot kembali ke tempat tadi dan memukuli si abang yang kutanyai karena telah berbohong. Aku lupa kejadian setelah itu. Yang kuingat abang itu lalu jatuh ke dalam sungai dan aku mengingat ibu-ibu itu lalu pergi. Aku? Aku diam saja di samping sungai. Dan aku pun terbangun.

Huh! Dasar mimpi.


written at♥18:04